(silahkan klik DISINI untuk membaca bagian pertama)
BAG-2
“Hei,
Fif. Lagi ngapain?”, sebuah wajah muncul dari pintu kamar yang setengah
terbuka.
“Eh,
Dan. Bikin kaget aja, ucapin salam, kenapa!”
“He..he..
Salam alaikum pujangga kita..”
“Alaikumussalam, masuk gih.”
Danu
masuk ke dalam kamar kemudian duduk di ranjang kayu yang tidak berkasur.
Sejenak matanya mengitari dinding kamar yang dihiasi banyak sekali tempelan.
Sebuah poster besar bergambar imam khomeini dengan tambahan tulisan tangan yang
dikutip Afif dari kata-kata imam Ali, “jangan
melihat siapa yang berbicara, tapi lihatlah apa yang dibicarakan!”, tertempel di sisi kanan tempat tidur.
Sementara di dinding sebelah kiri sebuah tempelan kertas karton berisi
kata-kata penyair Tukul, “hanya ada satu
kata, lawan!”, di tulis dengan huruf super besar.
“Lagi
bikin apaan, sih?”, Danu mendekat ke
meja belajar Afif.
“Ini…
bikin puisi. Rencananya akan ku kirim ke majalah kampus.”
Danu
meraih kertas yang sedang ditulis Afif, kemudian geleng-geleng kepala.
“Fif…Afif!
Mau sampai kapan?”
Afif
sengaja diam menghindari perdebatan yang tidak akan selesai. Danu kembali ke
ranjang yang tadi didudukinya dan mengambil sebuah kantung plastik kecil
kemudian meletakkannya di meja Afif.
“Fif,
nih aku belikan makanan. Tadi sehabis belanja aku mampir ke tukang gorengan di
depan sana .”
“Wah…
makasih ya, Dan. Dapet kiriman ya?”
“Ah
nggak kok. Aku dapat beasiswa Bantuan Kegiatan Mahasiswa.”
“Ooo..
terus itu apa?”, tanya Afif sambil menunjuk sebuah plastik besar bergambar logo
sebuah swalayan besar.
“Itu
celana jeans, lumayan buat kuliah.”
Afif
hanya diam mendengar cerita Danu, ia berusaha menekan perasaannya untuk tidak
berbicara.
“Aku
ke kamar dulu ya, Fif.”
“Iya,
makasih lho.”
Setelah
Danu kembali ke kamarnya, Afif termenung memikirkan tugas akhir yang belum
dicetak karena tidak ada uang untuk ke rental
komputer, belum lagi bon di warung mbak Menik yang sudah seminggu belum
dibayarnya. Sambil menggaruk kepala, diambilnya kembali pulpen meneruskan puisi
yang belum selesai,
“…bunga-bunga di atas pusara belum mengering
orang-orang hilang belum lah pulang
keadilan belum ditegakkan
reformasi belum usai..”
* * *
...bersambung...
baca cerita lainnya: TARIAN OMBAK