Begitulah

by: (Merry Adellia, 22 des 13)



sebagai angin yangg ntah kenapa hinggap di wuwungan,
            lembut,
ia berkisah padamu mengenai nestapa yangg ia coba tidak terpikirkan
namun tetap saja lekat di garis tangan

hingga tiap ia lekapkan telapak tangan di wajahnya,
terlihatlah,
            senantiasa
tercetak jelas di kulit paras yangg tiada pernah tidak pias

wahai ombak yangg suka menghempas tebing,
           pada bukit di tepi pantai
ku  ingin merengkuhmu dalam peluh bergaram
lalu membawamu ke malam di tengah samudra
untuk mengajakmu menanam ikan-ikan,
sembari berkisah soal gang-gang,
             yang tidak henti memendarkan cahaya cemerlang di kedalaman kelam

biarlah sejenak,
            mungkin untuk kali yangg pertama
biar bisa sedikit merasa bahagia

mendekatlah, katanya
ku ingin dirimu lekapkan kedua telapak tanganmu,
satu di pipi kiri, lainnya pada pipi kanan,
lalu tekan pelan saja,
biar dapat ku resap rasa hangat yang tidak kenal senyap,

namun, ku memilih menjauh,
            menentang
untuk menciptakan bayang memanjang ke utara,

sejak itu ia mengikutiku,
bahkan ketika tahu ”tidak kemana2”, ternyata.