(silahkan klik DISINI untuk membaca bagian pertama)
TIGA
Sebuah
ringtone menghentikan lamunan_nya.
“Ya,
halo sayang.”
“John…
Kamu ada di mana?”
“Aku
sedang di luar. Mencari ide untuk novel kita.”
“John…
Aku ingin dekat denganmu.”
“Iya,
sayang. Aku juga begitu. Tadinya aku ingin menelpon tapi khawatir mengganggumu.”
“John………….”
John
tidak lagi mendengar apa yang diucapkan Karen berikutnya. Kepalanya sontak
menengadah, deru suara pesawat terdengar mendekat dengan cepat.
John
diam terpana, ia benar-benar tidak percaya pada apa yang kini sedang
dilihatnya. Sebuah pesawat melintas begitu cepat kemudian menabrak salah satu
sisi menara kembar tempat Karen bekerja.
Blar!
Suara
ledakan yang begitu dahsat segera menyadarkan John, mengingatkannya kembali
kepada telepon Karen.
“Karen!
Karen sayang!”
John
menempelkan telepon ke telinga kirinya, berteriak kencang, “Karen! Karen! Are
you still there, honey!?”
Dicobanya
untuk memaksimalkan volume ponsel_nya, tetapi tetap saja yang terdengar
hanya suara desisan.
“Oh,
my God!”
Seperti
dikejar setan, John berlari ke arah utara sebelum berbelok menuju areal twin
tower, menerobos kekacauan, mencoba melawan arus massa yang justru berlari menjauh dengan penuh
kepanikan. Keadaan benar-benar kacau dan beraroma kengerian. Berkali-kali ia
terjatuh namun kembali bangkit dan terus berlari. Ia tidak lagi ingat dengan notebook
dan novelnya, ia telah lupa dengan segala yang ada, bahkan keselamatannya.
“Oh…
sayang……!”
Wajahnya
seketika pucat, lututnya menjadi lemas, seluruh sel ditubuhnya seolah terlepas.
Matanya menjadi terasa begitu panas dan pedih menyaksikan puncak tower
perlahan runtuh diiringi suara gemuruh yang memekakkan.
Ia
hanya bisa terkulai lemah, menara kembar itu telah hilang dari pandangan. Air
matanya merembes pelan, mengaliri dan menghangatkan pipinya.
Karen
… maafkan, maafkan aku sayang. Seharusnya aku mempercayai mimpi itu!.
Seharusnya aku menahanmu untuk tidak bekerja!. Seharusnya aku memelukmu
seharian…
- * -