20
Masih belum berpakaian John menuju
komputernya.
Sebaiknya aku mencari artikel
yang memang ditulis oleh orang Indian asli! Apa yang kudapat dari Museum
Nasional ini semuanya masih umum, belum mengarah pada apa yang kucari.
John menyalakan komputernya dan mengaktifkan
koneksi internet. Ia segera mengetikkan kata Algonquin sebagai keyword
pada sebuah mesin pencari. Sesaat kemudian di layar monitor telah muncul
beberapa link yang menunjuk kepada apa yang dicarinya.
Setelah meminum kopinya John
memilih sebuah artikel dari Wikipedia, an Algonquin History yang
ditulis Bob Lovelace, salah seorang tokoh Ardoch Algonquin First Nation
(AAFNA), sebuah organisasi Indian di Canada yang terus memperjuangkan hak-hak
penduduk asli khususnya Indian Algonquin.
Hhh!.. Seperti yang terjadi di
Negara lain, penduduk asli selalu saja menjadi komunitas yang terpinggirkan dan
terlindas jaman!. Indian, aborigin, mori dan entah apalagi nama-nama mereka.
Sebagiannya bahkan telah musnah dan hanya tinggal sejarah!.
Tatapan John terhenti pada sebuah
paragraf.
“Nilai-nilai
Algonquin tentang kepercayaan, persahabatan, rasa hormat, tradisi, hubungan
timbal balik dan kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat lain menjadi sebuah
ekspresi yang tumbuh dengan subur. Bagi masyarakat Algonkuin, itu adalah sebuah
jalan hidup.”
John terus membuka sejumah
artikel, kali ini dibacanya tulisan Lee Sultzman, Algonkin History…
“Orang-orang Algonquin meyakini bahwa nenek moyang
mereka mula-mula berpindah tempat ke bagian atas lembah St.Lawrence sekitar
tahun 1400.
Bangsa Algonquin mengandalkan berburu untuk mencari
makan dan itu menjadikan mereka sebagai pemburu dan pemasang perangkap yang ulung.
Algonquin juga biasa menggunakan perahu lesung
(kano) dari jenis pohon birch-bark untuk bepergian jauh dalam berdagang kulit
binatang hasil buruannya.”
John menghentikan bacaannya, ia
teringat pada mimpinya juga cerita bibi Anne tentang ayahnya yang juga seorang
pemburu. Kembali ia menyulut sebatang rokok kemudian melanjutkan bacaan.
“Ada
sebuah sisi gelap dimana orang-orang Algonquin biasanya sangat segan untuk
menyebutkan nama asli mereka demi mencegah kemungkinan dicelakai oleh musuh melalui
kekuatan sihir.”
Sihir? Apakah ayah sengaja menyamarkan
namaku demi tujuan itu?. Ah, tapi kurasa tidak mungkin!. Dalam suratnya justru
ayah menginginkan agar aku mengingat jati diriku sebagai seorang Algonquin.
John hanya bisa geleng-geleng
kepala memikirkan semua yang dibacanya.
“Berdasarkan catatan yang ada, kelompok Algonquin
yang pertama kali ditemukan bangsa erofa (Perancis) adalah kelompok Kitcisipiriniwak
(bentuk jamak dari Kitcisipirini yang berarti "orang-orang sungai
Ottawa"), desa mereka terletak pada sebuah pulau di sungai Ottawa.
Perancis menyebut kelompok ini sebagai "La Nation de l'Isle".
Bangsa Perancis pertama kali bertemu dengan ketua mereka,
Tessouat, di Tadoussac pada musim panas tahun 1603 dalam sebuah pesta
kemenangan setelah mengalahkan kelompok Iroquis bersama dengan kelompok
Montagnais dan Etechemins (Malecite). Rombongan Perancis saat itu dipimpin oleh
Samuel de Champlain.
Sejak itu para pendeta Jesuit Perancis mulai aktif mendatangi
mereka untuk menyebarkan ajarannya dan mengubah keyakinan orang-orang Algonquin
menjadi penganut Katolik Roma.”
Kepala John menjadi berdenyut tak
karuan begitu sampai pada bahasan sub-nations. Bagaimana tidak, berdasarkan
catatan pada tahun 1630 saja, terdapat banyak sekali kelompok Algonquin antara
lain Iroquet (dikenal dengan nama lain
Atonontratanonon atau Ononchataronon), kichesipirini, kinounchepirini
(Kinouche, Pickerel, Pike), Matouweskarini (Madwaska, Matouashita), Nibachis,
Otaguottaouemin, Quenongebin, Saghiganirini, Weskarini, Huron, dan lain-lain!.
John meninggalkan komputernya
yang masih menyala. Ia rebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Pandangannya
menerawang menatap langit-langit kamar.
Hhh… darimana aku harus
memulainya?. Bagaikan mencari sebuah jarum dalam tumpukan jerami!. Dari sekian
banyak kelompok itu leluhurku termasuk yang mana?
- * -
baca cerita lainnya: MENJARING BUIH
Tidak ada komentar :
Posting Komentar