(silahkan klik DISINI untuk membaca bagian pertama)
23
John baru saja menutup pintu taksi dan
menghenyakkan pantatnya di bangku penumpang ketika telepon genggam di sakunya bergetar.
“Ya… Hallo, Mike!. Ada
apa?”
“Hi, John. Kau ada dimana?”
“Washington!”
“Hah! Ada apa kau di sana?”
“Mencari sesuatu...”
“Apa itu ada hubungannya dengan
novelmu?”
“Yah, anggap saja begitu”, jawab John
dengan malas.
“Baik..baik… maaf, aku pikir kau
masih tergeletak karena mabuk lagi…”
“Kau tenang saja, Mike. Aku
baik-baik saja.”
“Oke… oke. Maaf mengganggumu. Bye,
John!”
“Tolong antarkan ke hotel
terdekat, pak!”, perintah John singkat
kepada sopir taksi yang sejak tadi menunggu.
* * *
Cukup, cukup sudah!. Aku lelah
dengan semua ini. Aku lelah dengan pertengkaran yang selalu terjadi, lelah
berlari mengejar mimpi yang justru semakin menjauh. Aku ingin pergi dari segala
keruwetan ini!.
Aku terlentang menatap
langit-langit kamar. Malam ini kami kembali bertengkar hebat. Aku yang memang
sedang dipusingkan oleh masalah pekerjaan tidak mampu lagi menguasai diri.
Kuladeni kemarahannya dengan emosi yang sama.
Kuraih buku agenda disampingku.
Kubaca lagi semua catatan perjalanan. Tentang mimpi-mimpi, tentang cinta dan
harapan, tentang tujuan semua perjalan.
Azan subuh berkumandang dari
masjid di sebelah rumah. Kulangkahkan kakiku ke kamar mandi. Aku ingin mandi
untuk mengusir semua ketidakberesan ini.
Tidak ada lagi yang bisa
kuharapkan disini, aku harus pergi. Jogja?, ya aku akan pulang ke Jogja untuk
memulai kembali segalanya.
*
* *
Angin sore berhembus lembut mengipasi the
spirit of justice park. John menyandarkan punggungnya di sebuah bangku
panjang. Kepalanya menengadah menatap langit biru, bola matanya berputar mengikuti
gerakan gerombolan burung yang terbang dari arah selatan.
Ia pejamkan matanya kemudian menarik napas
panjang. Apa yang tadi ditemukannya di library of congress masih
terbayang begitu jelas. Pada beberapa foto dan lukisan yang ada terlihat
beberapa wanita mengenakan pakaian panjang, hampir menutupi seluruh tubuhnya.
Sedangkan beberapa kepala suku Indian terlihat mengenakan kain yang dililitkan semacam
surban di kepala mereka, mereka juga memakai sebuah terusan sepanjang lutut.
Tongkat yang mereka pegang dalam foto-foto
itu…….. mirip sekali dengan yang diberikan ayah! Ahh… apa ada juga Algonkuin
yang seperti itu? Benarkah leluhurku seorang muslim?
Ini benar-benar sulit kupercaya!... Abdel-Khak?,
Muhammad ibnu Abdullah?, Ramadhan ibnu Wati?.
John mengeja nama-nama kepala suku Indian
Cherokee yang dilihatnya. Wajah bibi Anne, surat ayah dan ibunya, bayangan
kelam saat runtuhnya WTC, wajah Karen dan suara terakhirnya di telpon, juga
rasa dendamnya kepada teroris-teroris itu muncul silih berganti dalam benaknya.
Angin sore terus mengipasi wajah lelahnya.
John kembali menengadahkan kepala, memperhatikan gerakan burung-burung yang
terus berputar di cakrawala seperti ingin mengabarkan sesuatu kepada manusia sebelum
akhirnya menghilang dari pandangan di langit menuju ke arah timur.
- * -
Epilog
John semakin menjauh. Dengan tersenyum jiwa
laki-laki itu terbang bersama derap kaki-kaki kuda dan kepak sayap-sayap burung
dalam sebuah rombongan besar yang dipenuhi bayi-bayi tanpa tangan atau kepala,
anak-anak muda dengan tali ketapel di leher mereka, ibu-ibu yang telah lama
kehilangan puteranya, juga kakek-kakek dengan tangan terkepal tinggi dari atas
kursi roda…
* * *
“Caravan” milik Kitaro mengalun pelan,
membawaku pergi jauh pada perjalanan panjangku. Pagi telah datang menjemput, membawa pergi lamunan pada jarak yang tak terjangkau pikiran. dan aku masih setia merangkai kata-kata, tapi kali
ini bukan lagi karena alasan cinta.
Februari 2014
“Sesungguhnya
aku, seorang tua yang lemah,
tidak
mampu memegang pena dan menyandang senjata
dengan
tanganku yang sudah mati (lumpuh).
Aku
bukan seorang penceramah yang lantang
yang
mampu menggemparkan semua tempat dengan suaraku (yang perlahan ini)
Aku
tidak mampu untuk kemana-mana tempat untuk memenuhi hajatku
kecuali
jika mereka menggerakkan (kursi roda)-ku
Adakah
segala macam penyakit dan kecacatan yang tertimpa ke atasku
turut
menimpa bangsa Arab hingga menjadikan mereka begitu lemah?.
Adakah
kalian semua begitu, wahai Arab?,
kalian
diam membisu dan lemah,
ataukah
kalian semua telah mati binasa?.”
(syekh
ahmad yassin)
==================================
Inspirasi: majalah islam SABILI, No.13 TH XVI special edition: The Great Muslim Travellers.
Referensi:
- beberapa artikel dari wikipedia:
·
Lee Sultzman: Algonkin History (revise 4.12.99)
·
Bob Lovelace: An Algonquin History
- review tulisan Prof. Roland B. Dixon dan Dr.
Yoseph A.A. YochAnnen tentang black-Hebrews/Jews, internet online http://groups.yahoo.com/group/Messianic_Apologetic
- Rebecca Fachner (HNN intern.): Did Muslim Visit
America Before Columbus?
- Dr.
Youssef Mroueh: Pre-Columbian Muslims in the Americas, first published by The
As-Sunnah Foundation of America in 1996 and prepared by Preparatory
Committee for International Festivals to celebrate the millennium of the
Muslims arrival to the Americas (996-1996 CE)
- Amir Muhammad: The Early History (PreColumbus & PreSlavery Years), internet online http://www.muslimsinamerica.org/index.php?option=com_content&task=view&id=17&Itemid=29.
- Moin Ansari: Muslims in America, Seven Centuries of History, internet online http://www.al-huda.com/article 13of42.htm
baca cerita lainnya: MENJARING BUIH
Tidak ada komentar :
Posting Komentar