Tarian Ombak (bag.10)

(silahkan klik DISINI untuk membaca bagian pertama)


SEPULUH

Komplek pemakaman St.Mary hari ini terasa begitu sunyi. John melangkah pelan di antara deretan pusara yang berbaris rapi. Sekilas ia melirik makam-makam di kiri kanannya, memandangi kelopak bunga-bunga kering yang bertaburan di atasnya.

Kering, seperti kehilangan nyawa!

Di depan sebuah makam sejenak ia berdiri sebelum menjatuhkan diri berlutut. Seikat bunga layu yang ia letakkan minggu lalu digantinya dengan yang baru, segar dan wangi.
Perlahan jari-jarinya meraba nama Karen yang terpahat di sana, mencoba mengenang gurat-gurat wajah kekasihnya. Wajahnya tertunduk, tenggelam dalam kenangan, larut dengan doa.

Maafkan aku, sayang…

*  *  *

Angin malam mengipasi tubuhku yang tidak berbaju. Tiupannya sedikit mendinginkan dada yang tadi benar-benar panas dan terasa sesak.
Hari ini kembali kami bertengkar hebat. Sebenarnya aku mulai lelah dengan semua ini. Masalah seperti tidak pernah ada habisnya. Ingin rasanya ‘ku tinggalkan semuanya, tapi entah kenapa aku tak pernah sanggup melakukannya. Bagaimana pun putus_asanya diriku namun selalu saja muncul sebuah perasaan yang aku sendiri tidak tahu pasti. Rasa sayang?, ataukah sebenarnya hanya kasihan?. Aku seperti menggenggam sebutir telur yang begitu mudah pecah.
Kuedarkan pandangan melintasi keremangan, pada kerlap-kerlip lampu di kejauhan. Pukul satu dini hari. Aku harus kembali ke kamar. Aku butuh mandi untuk bisa menulis lagi.

*  *  *

Hi! John. Hampir saja aku tidak mengenalimu”.
Tanpa komentar John langsung duduk menghadap Mike yang tersenyum menatapnya. Mike mengambil sebatang rokok kemudian melemparkan kotaknya ke arah John. “Kamu tampak rapih hari ini, apa kamu punya janji dengan seseorang?”
“Ya. Aku baru saja dari pemakamam.” John menjawab sambil memutar-mutar sebatang rokok di sela jari-jarinya.
Mike diam memperhatikan John sebelum berkata hati-hati, “Sebaiknya kamu lupakan Karen….”
“Oh, sorry!. Jangan salah paham. Maksudku… bukankah sudah waktunya kamu mulai menata hidupmu kembali?. Kamu seperti mayat hidup saja!. Jangan terlalu membebani diri!”, cepat-cepat Mike meralat ucapannya begitu melihat John mendelik.
Ada kabar apa?, Bagaimana dengan penerbit sialan itu?”, John bertanya sambil menyandarkan kepala. Asap rokok mengepul tipis dari bibirnya, membentuk bulatan-bulatan kecil sebelum menghilang.
“Mereka terus menanyakanmu..”
“Kamu bilang apa kepada mereka?”
“Yach, aku katakan saja kamu masih butuh waktu. Untung saja mereka bisa mengerti. Oh iya, John… Kemarin aku membuka situs fans_mu. Kamu masih ingat pemuda dari Indonesia itu?”
“Bisma?”
“Ya, Bisma. Dia mengirim sebuah pesan untukmu.”
“Apa katanya?”
“Ucapan terima kasih dan kegembiraannya atas pertemuan waktu itu.”
“Kamu catat alamat email_nya?”
“Kelihatannya kamu menaruh perhatian kepada pemuda itu, ada yang ingin kamu ceritakan padaku?”, Tanya Mike menyelidik.
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya berpikir mungkin kami bisa saling bertukar informasi. Siapa tahu bisa dijadikan ide untuk menulis.”
Great!, Aku senang mendengarnya!. Mudah-mudahan karya terbarumu bisa segera terealisasi!”
“Bagaimana kabar istrimu?”, tanya John. Ia ingat dulu Karen dan Jane berteman cukup akrab.
“Dia baik-baik saja. Sekarang sedang mengandung anak kami yang kedua. Ia sering menanyakanmu, John.”
“Sampaikan saja salamku untuknya, kapan-kapan aku akan datang.”
“Bagus!. Aku senang mendengarnya. Sudah waktunya kamu bersenang-senang, sobat!.”
John hanya diam melihat Mike begitu gembira. Asap rokok kembali mengepul dari sela bibirya. Bayi?, dulu Karen selalu menolak untuk memiliki anak, alasan karir tentu saja.

- * -
... bersambung ...
tarian ombak, novel

baca cerita lainnya: MENJARING BUIH