(silahkan klik DISINI untuk membaca bagian pertama)
SEMBILAN
Ia
terus berdiri memandangi cermin, bertumpu pada pinggiran wastafel. Suara
air yang mengucur deras dari bibir keran seolah tak didengarnya. Ditelusurinya
gurat-gurat di wajah cekung yang tergambar di depannya, mencoba mengenalinya.
Kumis dan
janggut itu tumbuh panjang sangat tak beraturan. Rambut yang sebenarnya hitam
legam terlihat begitu kusam, panjang tak terawat melampaui pundak. Beberapa kerutan
jelas tercetak di keningnya. Mata itu begitu cekung, sama sekali tak ada
kehidupan di sana ,
begitu dalam dan kosong, seperti mata zombie tapi jauh lebih hampa dan
mati!...
Tangannya
bergerak membuka kotak kaca yang tergantung di sisi kiri cermin. Tangannya
tertuju pada sebuah alat cukur, masih ada sisa sabun dan rambut halus yang menempel
di mata pisaunya. Dengan ragu diraih lalu ditempelkan di bagian atas bibirnya,
kemudian ia kembali diam. Ia masih mencari sebuah alasan untuk apa ia melakukannya.
Perlahan sekali pisau
cukur itu bergerak. Ya , sangat pelan, tanpa irama, tanpa nyawa. Berulang kali
ia membasuh wajahnya, mencoba membuang semua duka dan kepedihan yang tetap saja
tak juga mau hilang.
Wajah itu kini terlihat bersih tapi tetap saja masih tak
bernyawa. Sambil menyeka wajahnya dengan sehelai handuk ia berjalan menuju sofa
dan duduk di sana .
Dicobanya merapihkan bantal yang berserakan, bekas tidurnya tadi malam, meski
ia benar-benar tidak tahu untuk apa.
Diraihnya remote
control yang tergeletak di atas meja di antara tumpukan bungkus rokok,
kulit kacang, dan beberapa kaleng bir kosong. Sebuah tayangan drama percintaan
muncul di layar begitu remote ditekan.
Tangan kirinya
mengais tumpukan sampah yang ada di atas meja, mencoba mencari kalau-kalau masih
tersisa sebatang rokok untuk dihisap. Kesal tak menemukan apa yang dicari,
dengan kasar jempolnya kembali memencet remote sambil mengeluarkan dengusan.
Kali ini seorang
reporter melaporkan bahwa tadi pagi telah terjadi insiden ledakan bom yang
mengguncang sebuah hotel di Jakarta ,
JW Marriot. Berita berlanjut dengan
analisa yang dilansir dari sebuah media di Singapura, ditengarai peledakan itu
dilakukan oleh sebuah organisasi teroris bernama Jamaah Islamiyah.
Dasar
sinting!. Apa sebenarnya yang bercokol di otak orang-orang gila itu?. WTC, Bali , Marriot. Setelah ini apa lagi!
Ia benar-benar
tidak habis pikir bagaimana intelejen bisa menjadi begitu bodoh. Bagaimana
mungkin ada orang yang tega melakukan semua itu?. Kenapa mereka tega membunuh
orang lain?. Kenapa Tuhan membiarkan orang-orang seperti itu mengambil nyawa
istrinya!.
John
geleng-geleng kepala sambil terus mengoceh tak karuan. Kali ini ia benar-benar
marah. Tangannya terangkat, rasanya ia ingin sekali melemparkan remote
yang dipegangnya, menghancurkan televisi yang ada di depannya. Tapi bayangan
wajah Mike sialan, novel, juga Karen menghentikannya.
Ahh… Kenapa
tidak kubuat saja sebuah cerita tentang orang-orang gila itu!.
John menarik
napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dilangkahkan kakinya memasuki
kamar tidur, menuju komputer yang ada di sana .
Matanya langsung basah menyaksikan debu tebal menutupi benda penuh kenangan
itu.
Dengan segenap
perasaan ia mengusap dan meniupnya berkali-kali. Debu yang menghambur
membuatnya terbatuk dan memaksanya memejamkan mata.
Dengan ragu dan
sedikit gemetar ia menekan tombol power. Hanya dalam hitungan detik
ribuan piksel mata jarum seketika meluncur dari sebuah wallpaper dan
langsung menghunjam ke ulu hatinya. Jantungnya berhenti berdetak, jari-jarinya
kaku. Jiwanya terasa perih menyaksikan Karen tertawa begitu gembira, tangannya
terentang lebar bagai sayap-sayap malaikat, rambutnya yang keemasan berkibar
indah menantang angina, ia tampak begitu bahagia ketika John berlari sambil
menggendongnya.
- * -
... bersambung ...
baca cerita lainnya: MENJARING BUIH