Tarian Ombak (bag.6)

(silahkan klik DISINI untuk membaca bagian pertama)



ENAM

Dasar wanita!
Dengan kesal kututup file ‘word’ dan menggantinya dengan winamp player. Speaker usang di bawah meja seperti berteriak dengan suara serak. Segala lagu rock terdengar silih berganti sekenanya saja. Ide dan kemampuanku menulis benar-benar telah lenyap.

Entah apa maunya!, sejak kemarin dia marah-marah saja!. Sepertinya semua hal selalu bisa jadi masalah. Dari mulai urusan rutinitas menelpon sampai masalah arti dirinya dalam hidupku!.

Kutandaskan sisa kopi dingin yang tinggal separuh, dengan malas kurapihkan kertas-kertas berserakan yang tadi kulemparkan.

Ah, sudah saja lah!. Apa yang bisa kutulis dalam kondisi emosi seperti ini?. Bagaimana bisa berpikir kalau selalu direcoki dengan hal-hal aneh seperti itu?

*  *  *


Kriiiiiiiiiing….
Dering telepon membangunkan John dari mimpi singkatnya. Sesaat ia diam, mencoba mengingat kembali isi mimpinya. Kembali sebuah nada panggil terdengar. Dengan malas John meraih ponsel yang terus bergetar di saku celananya.
Hello!
Hi, John. This is Mike!. Are you oke?
“Yup!”
“John… Kamu mabuk lagi ya?”
John hanya diam, berkali-kali ia menguap.
John!... Hello John!... Kamu tidur lagi ya?”
“Hoaaammm…. Ya, ada apa, Mike?”
Come on… Wake up, John… Kamu tau, tadi aku dihubungi pihak penerbit, mereka menanyakan kabarmu.”
“Jangan khawatir, katakan saja aku masih waras!”
“Mereka juga bertanya apa kamu sudah mulai menulis lagi”, sambung Mike.
“Apa urusannya dengan mereka?”
“Jangan begitu, John!. Ingat, kamu masih punya hutang dua novel lagi. Dan mereka telah memberikan toleransi yang sangat besar kepadamu. Dua tahun, John… Dua tahun!”
“Aku tidak ingin menulis lagi!”
Come on, John. Grow up, man!. Mereka bisa menuntutmu! Dan kamu bisa jadi gelandangan selamanya jika mereka benar-benar melakukan itu. Mereka………”, suara Mike menghilang begitu John menutup teleponnya.

Dasar agen sialan! Aku tahu yang ada di benak kalian hanya terpikir soal uang!.

Dialihkan pandangannya ke sudut kamar, menatap komputer tua yang diselimuti debu tebal. Dua tahun!. Ya, sejak kejadian itu ia tidak pernah lagi menyentuhnya. Ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menulis lagi. Buat apa?, toh Karen sudak tidak lagi ada di sisinya.
Untuk sesaat John teringat bagaimana dulu Karen dengan setia selalu menemaninya menulis. Tanpa sadar sebuah senyuman menghias di bibirnya, teringat apa yang dilakukan Karen setiap malamnya. Setelah meletakkan secangkir kopi di samping layar monitor, Karen akan memeluk dan menciuminya dari belakang, sementara ia terus mengetik sambil sesekali menggelinjang geli karena tak tahan dengan ulah nakal Karen yang terus menggodanya.

-  *  -

... bersambung ...
tarian ombak, novel
baca cerita lainnya: MENJARING BUIH