Memasuki awal tahun 2014 masyarakat dikejutkan dengan langkah Pertamina menaikkan harga gas elpiji 12 kg, harga gas elpiji 12 kg di pasaran rata-rata sebesar 50.000 rupiah, bahkan di beberapa daerah harga gas elpiji 12 kg melambung tinggi.
Kenaikan harga gas elpiji 12 kg ini benar-benar menuai kontroversi, saling tuding pun terjadi antara pejabat pemerintah, anggota DPR, dan Pertamina.
Kenaikan harga gas elpiji 12kg (foto rri.co.id) |
SALING TUDING soal kenaikan harga gas elpiji 12 kg
Keputusan pertamina menaikan harga gas elpiji 12 kg menuai protes berbagai pihak, mulai dari masyarakat umum sebagai konsumen, agen penyalur, para politisis, bahkan pejabat pemerintah saling tuding soal siapa yang bertanggungjawab atas kenaikan harga tersebut.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri di akun twitternya mengatakan bahwa kenaikan harga elpiji 12 kg oleh Pertamina tidak dikoordinasikan dengan baik dengan pemerintah, selain itu persiapannya pun kurang.
Presiden SBY |
Menko Perekonomian Hatta Rajasa setelah mengikuti rapat koordinasi Presiden dan para menteri menyatakan bahwa pemerintah meminta Pertamina melakukan peninjauan ulang dan menghadirkan BPK dalam Rapat Umum Pemegang Saham-(RUPS)-nya.
Hatta Rajasa juga menuding menteri BUMN seharusnya mengetahui masalah tersebut sejak awal dan seharusnya bisa menyatakan keberatannya soal ini kepada Pertamina.
Sementara itu PT Pertamina (Persero) membantah bahwa sebelum menaikkan harga gas elpiji tabung kemasan 12 kilogram (kg) sudah berkoordinasi dengan kementerian-kementerian terkait, hal ini diungkapkan Wakil Presiden Komunikasi Perusahaan Ali Mundakir bahwa sejak awal 2013 pihaknya sudah mengirimkan surat kepada pihak-pihak terkait.
Pertamina |
Hal ini kemudian dibantah salah seorang menteri, Jero Wacik, Menteri ESDM membantah bahwa ia tidak menerima pemberitahuan dari Pertamina terkait kenaikan harga gas elpiji 12 kg pada 1 Januari 2014.
Sementara itu Direktur Eksekutif Center for Energy and Strategic Resources (Cesri), Prima Mulyasari, justru mempertanyakan kenpa baru sekarang Presiden SBY meminta pengkajian kembali kenaikan harga elpiji 12 kg ini padahal rekomendasi tentang perlunya kenaikan harga elpiji nonsubsidi sudah diajukan BPK setahun lalu. Ia hanya berharap bahwa masalah kenaikan harga elpiji ini tidak dijadikan komoditas politik menjelang pemilu. (republika)
Wacana bahwa kisruh soal kenaikan harga elpiji ini adalah permainan politik memang agak bisa diterima, karena bukankah pemerintah termasuk pemegang saham di pertamina dan keputusan untuk menaikan harga elpiji 12 kg ini adalah hasil keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang tentunya dihadiri dan diketahui oleh wakil pemerintah, akibat saling tuding ini akhirnya yang menjadi kambing hitam adalah Pertamina dan kementerian BUMN.
Menanggapi hal ini Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengatakan siap bertanggung jawab atas polemik kenaikan harga elpiji. Ia juga mengakui kesalahannya tersebut. “Semua betul. Semua yang salah itu saya,” kata Dahlan.
Menteri BUMN Dahlan Iskan |
ALASAN PERTAMINA MENAIKKAN HARGA ELPIJI
Rapat Umum Pemegang Saham Pertamina memutuskan untuk menaikkan harga gas elpiji, kenaikan ini dilakukan Pertamina dengan alasan bahwa selama ini telah "jual rugi" dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir.
Harga jual elpiji yang berlaku saat ini adalah harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp5.850 per kg, sedangkan harga pokok saat ini mencapai Rp10.785 per kg.
PERTAMINA SEBAGAI PERUSAHAAN MILIK NEGARA
Langkah Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg benar-benar menuai protes, karena bagaimanapun kebijakan penaikan harga elpiji tersebut bukan saja dirasakan akan menambah beban masyarakat sebagai konsumen.
Seandainya benar bahwa secara hitung-hitungan ekonomi bisnis Pertamina telah merugi akan tetapi jangan lupa bahwa Pertamina bukan perusahaan pribadi tetapi Perusahaan milik negara dimana segala kebijakannya harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan ekses yang mungkin saja timbul akibat kebijakan tersebut, karena hasil produksi baik minyak maupun gas yang dijual pertamina adalah kebutuhan primer yang mempengaruhi berbagai sektor perekonomian. Maka segala keputusan soal harga jual produksi pertamina harus dikoordinasikan dan dipertimbangkan dengan matang.
Kenapa Pertamina Merugi?
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies Marwan Batubara mengatakan kerugian Pertamina disebabkan lebih dari 50 persen bahan baku elpiji berasal dari impor. Pada 2009, saat terakhir kali, harga jual elpiji 12 kg mengalami kenaikan, Pertamina sudah menanggung kerugian sekitar Rp3.000 per kg. Sementara, harga beli dari 2009 hingga kini sudah naik dari Rp7.000 menjadi di atas Rp10.000 per kg.
SOLUSI MENGURANGI KERUGIAN PERTAMINA
Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan dalam UU BUMN, Pertamina merupakan sebuah korporasi yang ketika mengalami kerugian, maka harus ada pergantian manajemen atau perusahaan tersebut ditutup.
Agus Pambagio menyarankan pemerintah segera membangun infrastruktur gas, sehingga gas alam bisa dimanfaatkan lebih banyak di dalam negeri.
"Ini bisa jadi momentum untuk menghentikan ekspor gas dan mulai membangun infrastruktur gas," katanya.
(opinians/berbagai sumber)