Anas Urbaningrum secara resmi ditetapkan oleh KPK pada
22 Februari 2013 sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji
(gratifikasi) terkait proyek Hambalang. Anas diduga menerima gratifikasi sebuah
mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya dalam upaya pemenangan tender proyek,
dan uang sejumlah 2,2 milyar yang kemudian digunakan Anas untuk pemenangan
dirinya sebagai Ketua Partai yang digelar dalam Kongres Partai Demokrat.
Anas Urbaningrum dalam kasus hambalang (kronologi)
Jika kita telusuri berbagai berita yang dimuat
media soal kasus ini, maka bisa disimpulkan bahwa nama Anas Urbaningrum
dikaitkan dengan empat hal: Pengakuan Nazaruddin, uang 2,21 milyar dari PT Adhi
Karya yang katanya digunakan Anas dalam kongres Partai Demokrat, pemberian mobil Toyota Harrier, dan soal
Sertifikat tanah Hambalang.
Tulisan ini adalah hasil rangkuman yang dikumpulkan
dari berbagai media soal Anas Urbaningrum dan kaitannya dalam kasus proyek
Hambalang.
Berawal Dari Pengakuan Nazaruddin
Pada persidangan selama beberapa
hari di akhir Oktober 2010, saat diperiksa oleh KPK, Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai
Demokrat, mengeluarkan
pernyataan bahwa dirinya
bersama Anas ikut terlibat mengatur proyek Hambalang sejak awal. Dia menyebut
Anas sejak awal ikut mengatur proyeknya. Dimulai dengan mendapatkan sertifikat
lahan proyek yang selama tiga tahun bermasalah.
Nazaruddin mengungkapkan, pada Desember 2009,
ia dan Angelina Sondakh dipanggil Anas untuk bertemu dengan Menteri Pemuda dan
Olahraga Andi Mallarangeng. Nazarudin juga menyebut bahwa Anas memerintahkan
diadakan pertemuan untuk membahas proyek Hambalang pada Januari 2010 di Gedung
Kemenpora. Pertemuan itu dihadiri Angelina Sondakh, Mirwan Amir, Wahyudin, dan
Andi Mallarangeng (Menpora saat itu). Dalam pembicaraan tersebut disepakati bahwa
Andi dan anggota Fraksi Partai Demokrat, Angelina, bersama anggota Badan
Anggaran DPR lainnya akan membuat anggaran khusus untuk proyek Hambalang.
Soal sertifikat tanah Hambalang
Dalam kesaksiannya, Nazaruddin juga menyebut
Anas memerintahkannya memanggil anggota Komisi II DPR dari FPD, Ignatius
Mulyono, untuk mengurus sertifikat tanah proyek Hambalang yang terbelit
sengketa dengan meminta bantuan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo
Winoto. Ignatius ditugaskan untuk mengurus hal ini karena BPN adalah salah satu
mitra kerja Komisi II DPR.
hambalang (foto: lensaindonesia) |
Politisi senior Partai Demokrat Ignatius Mulyono yang juga menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi Hambalang mengungkapkan dirinya memang membantu proses penerbitan surat keputusan pemakaian tanah yang akan digunakan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Tanah itu kemudian dipakai untuk keperlukan pembangunan kompleks proyek Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
menurut apa yang disampaikan Mulyono, saat itu dia menafsirkan perintah itu datang dari Ketua Fraksi Anas Urbaningrum dan Bendahara Fraksi Muhammad Nazaruddin. Perintah itu, kata Mulyono, memang tidak secara langsung diterimanya dari Anas. “Waktu saya ketemu itu, ada Anas ada Nazar. Walau pun yang bicara itu Nazar, tapi di situ kan mereka berdua. Ibaratnya panglimanya enggak mungkin ngomong, ya prajuritnya yang bicara,” kata Mulyono.
Kemudian Ignatius menelepon Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto namun tidak berhasil sehingga kemudian dia menghubungi Sekretaris BPN Managam Manurung. Ignatius pun menanyakan kepada Managam soal sertifikat tanah Hambalang yang belum juga diterbitkan sejak lima tahun lalu.
dalam persidangan sebelumnya, mantan Sekretaris Utama BPN Managam Manurung memang mengaku pernah ditelepon Mulyono pada akhir 2009. Saat itu, Mulyono meminta agar sertifikat hak pakai tanah Hambalang segera diterbitkan. Menurut Managam, Mulyono ketika itu mengaku diperintah Anas. Managam mengaku menyerahkan sertifikat tanah Hambalang pada awal 2010 ke Ignatius. Padahal saat itu Ignatius tidak membawa surat kuasa dari Kemenpora.
Bon Sementara PT Adhi Karya
Pada persidangan terdakwa mantan Kepala Biro
Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar, jaksa penuntut umum
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, "Untuk memenangkan lelang
pekerjaan fisik proyek Hambalang, PT Adhi Karya telah memberikan uang sebesar
Rp 14,601 miliar, yang sebagian berasal dari PT Wika sebesar Rp 6,925 milar,
kepada Anas Urbaningrum sebesar Rp 2,21 miliar".
Berdasarkan pemaparan Jaksa bahwa uang untuk Anas tersebut
diserahkan secara bertahap pada periode April-Desember
2010. Berdasarkan
pemaparan jaksa, uang pertama kali diserahkan pada 19 April 2010 sebesar Rp 500
juta, kemudian 19 Mei 2010 sebesar Rp 500 juta, dan 1 Juni 2010 sebesar Rp 500
juta. Selanjutnya, pada 18 Juni 2010, diserahkan sebesar Rp 500 juta, dan
terakhir 6 Desember 2010 sebesar Rp 10 juta. Tak dijelaskan kapan transaksi
sisanya sebesar Rp 200 juta.
Dalam kesaksiannya, Direktur Operasi I PT Adhi
Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor, membenarkan adanya permintaan fee 18 persen dari proyek pembangunan
Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang,
Bogor, Jawa Barat. Permintaan itu terkait akan dimenangkannya PT Adhi Karya
pada proyek pembangunan P3SON tersebut.
Permintaan fee itu disampaikan oleh Lisa Lukitawati
dan Muhammad Arifin. Lisa dan
Arifin merupakan tim asistensi proyek Hambalang. Menurut Teuku Bagus, keduanya
juga mengaku sebagai staf khusus Sekretaris Menpora Wafid Muchayat. Permintaan fee itu disampaikan saat bertemu di Plaza
Senayan.
Awalnya Teuku Bagus sempat keberatan dengan
permintaan itu, karena Arifin berulang kali menagih realisasi uang tersebut akhirnya
PT Adhi Karya membuat bon sementara. Bon sementara itu kemudian diurus oleh
Manajer Pemasaran Adhi Karya M Arief Taufiqurrahman, Munadi Herlambang,
Indrajaja Manopol (Direktur Operasi PT Adhi Karya), dan Ketut Darmawan
(Direktur Operasi PT Pemnbangunan Perumahan.
Terkait soal
uang Rp 2,21 miliar untuk Anas tersebut, Pengacara Teuku
Bagus Mohammad Noor, Haryo Budi Wibowo, mengatakan bahwa uang itu diserahkan oleh mantan Direktur Operasional I PT Adhi
Karya, Indrajaya Manopol. Hario mengatakan bahwa kliennya sendiri tak mengenal
Anas dan tak tahu apakah uang tersebut kemudian dipakai untuk keperluan Kongres
Partai Demokrat tahun 2010.
Soal mobil Toyota Harrier
dalam persidangan Nazaruddin pula, terungkap
pertama kali soal pemberian mobil Toyota Harrier kepada Anas. Nazaruddin
membeli Toyota Harrier melalui PT Pacific Putra Metropolitan, anak usaha PT
Anugerah Nusantara yang juga bagian Grup Permai, di sebuah dealer mobil di Pecenongan, Jakarta Pusat,
pada September 2009 seharga Rp 520 juta. Mobil itu kemudian diatasnamakan Anas
dengan nomor polisi B 15 AUD.
Dalam pengembangan penyidikan, KPK menemukan bahwa Anas tak hanya diberi Toyota Harrier. Anas juga diduga menerima pemberian Toyota Vellfire. Dalam sidang, Nazaruddin pernah menunjukkan fotokopi buku kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB) Toyota Alphard tahun pembuatan 2007 atas nama Anas. Fotokopi BPKB tersebut juga mencatat ada perubahan identitas kepemilikan Toyota Alphard dari sebelumnya dimiliki oleh PT Anugerah Nusantara menjadi milik Anas.
biografi singkat Anas Urbaningrum
Lahir: 15
Juli 1969 di Desa Ngaglik, Srengat, Blitar, Jawa Timur
SD – SMA: di
Kabupaten Blitar
S1: Jurusan
Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Airlangga, Surabaya, lulus
tahun 1992
Paska sarjana: master bidang ilmu politik Pascasarjana Universitas Indonesia tahun 2000. Kini ia tengah merampungkan studi doktor ilmu politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Paska sarjana: master bidang ilmu politik Pascasarjana Universitas Indonesia tahun 2000. Kini ia tengah merampungkan studi doktor ilmu politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Organisasi: dimulai
di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum Pengurus
Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.
Politik: 1998
- anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik, atau Tim Tujuh, yang menjadi salah
satu tuntutan Reformasi. 1999
- anggota Tim Seleksi Partai Politik, atau Tim Sebelas, yang bertugas
memverifikasi kelayakan partai politik untuk ikut dalam pemilu. anggota
Komisi Pemilihan Umum periode 2001-2005 Partai
Demokrat sejak 2005 dan pada 23 Februari 2013, Anas menyatakan berhenti dari
jabatannya sebagai Ketua Umum
(wikipedia)
Penutup
Setelah 10 bulan lebih sejak dirinya dijadikan tersangka, pada
jumat 10/1/2014 Anas menyerahkan diri ke KPK. Kini kita semua masih menunggu
apakah Anas akan terbukti memang benar-benar bersalah dan terlibat dalam kasus
Hambalang, ataukah seperti bantahan-bantahan Anas terhadap apa yang dituduhkan
kepadanya selama ini, termasuk bantahannya soal mobil Toyota Harrier bahwa ia memiliki
dokumen atau faktur pembelian Harrier tersebut. Bahwa mobil itu dibeli dari M
Nazaruddin pada 12 September 2009 atau sebelum menjadi anggota DPR. Anas
mengaku menyerahkan uang Rp 200 juta kepada Nazaruddin sebagai uang muka. "Sisanya
ditalangin Nazaruddin dulu, baru saya cicil. Cicilan belum habis, mobil dijual
dan laku Rp 500 juta. Uang itu full dikembalikan ke
Nazaruddin untuk menutupi cicilan. Kalau sama uang DP jumlahnya Rp 775 juta.
Harga Harrier waktu dibeli Rp 650 jutaan. Malah ada lebih. Jadi Harrier itu
dibeli, bukan dikasih. Nanti kita buktikan," kata Anas.
Kita tunggu saja dan terus kawal bersama perjalanan kasus ini,
mudah-mudahan Indonesia kedepan akan semakin baik dan terbebas dari korupsi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar